MAKALAH TEORI KEPEMIMPINAN
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penuls panjatkan kehadirat
Allah SWT ,yang atas rahmat-nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah tentang “TEORI KEPEMIMPINAN”.
Penulisan makalah adalah salah satu
tugas mata kuliah Dinamika Kelompok di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah
Padang. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan –
kekurangan baik pada teknis enulisan maupun materi,mengingat akan kemampuan
yang di miliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhinga kepada pihak – pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini,khususnya kepada:
1.bapak / ibu dosen yang telah
memberikan materi,sehingga memberikan modal awal buat penulisan makalah ini.
2. orang tua yang telah turut
membantu,membimbing,dan mengatasi berbagai kesulitan sehinga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan ,khususnya bagi penulis
sehinga tujuan yang di harapkan dapat tercapai,aminn.
Padang, November 2012
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah
seorang ahli menyimpulkan bahwa “Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena
yang paling mudah di observasi tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit
dipahami” (Richard L. Daft,1999). Mendefinisikan kepemimpinan merupakan suatu
masalah yang kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu sendiri
memang sangat kompleks. Akan tetapi, perkembangan ilmu saat ini telah membawa
banyak kemajuansehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis
dan objektif.
Kepemimpinan tampaknya lebih
merupakan konsep yang berdasarkan
pengalaman. Arti kata-kata ketua atau raja yang dapat ditemukan dalam beberapa
bahasa hanyalah untuk menunjukan adanya pembedaan anatara pemerintah dari
anggota masyarakat lainnya. Banyaknya
konsep defiisi kepemimpinan yang berbeda
hampir sebanyak jumlah orang yang telah berusaha untuk
mendefinisikannya. Untuk lebih mempermudah pemahaman kita, maka akan diacuh
satu definisi yang kiranya mampu menjadi landasan untuk membahas konsep
kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan
perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C. Rost.,1993).
Kepemimpinan yaitu proses mempengaruhi
orang lain. Gaya kepemimpinannya berupa pola prilaku yang tampil ketika
seseorang mencoba mempengaruhi perilaku orang lain sebagaimana mereka sendiri
menganggap demikian. Banyaknya konsep definisi mengenai kepemimpinan yang
berbeda hampir sebanyak jumlah orang yang telah berusaha untuk mendefinisikannya.
Mencakup beberapa :
·
Apa
yang Terdapat dalam Kepemimpinan
·
Pemimpin
·
Keinginan/Niat
·
Tanggungjawab
·
Tujuan
bersama Perubahan,dan
·
Pengikut.
B. Rumusan
Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis
merumuskan masalah antara lain:
·
Bagaimanakah
contoh sebuah kasus tentang kepemimpinan?
·
Bagaimanakah
konsep tentang kepemimpinan?
·
Bagaimana
teori- teori tentang kepemimpinan?
C. Tujuan Permasalahan
·
Mampu
memahami materi dengan memberikan sebuah contoh kasus.
·
Mengetahui
bagaimana konsep tentang kepemimpinan,
·
Mengetahui
teori tentang kepemimpinan,
BAB
II
CONTOH KASUS
Kasus 1 : Hartoyo
sebagai Manajer
Drs. Hartoyo telah
menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu perusahaan
kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dia pensiun dari
tentar. Semangat kerja departemennya rendah sejak dia bergabung dalam
perusahaan. Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
Pada jam istirahat makan siang, Hartoyo bertanya kepada Drs. Abdul
Hakim, AK, manajer departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat
kerja yang rendah dalam departemen produksi. Abdul Halim menjawab bahwa dia
telah mendengar secara informal melalui komunikasi “grapevine”, bahwa para
karyawan Hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang
dibuat sendiri olehnya. Dia (Hartoyo) menyatakan, “dalam tentara, saya membuat
semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya untuk
berbuat seperti itu.”
Pertanyaan kasus
:
·
Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh Hartoyo?
Bagaimana keuntungan dan kelemahannya? Bandingkan motivasi bawahan Hartoyo
sekarang dan dulu sewaktu di tentara.
Jawab :
Gaya kepemimpinan
yang digunakan oleh hartoyo adalah gaya kepemimpinan otoriter, yaitu gaya pemimpin yang memusatkan segala
keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada
gaya kepemimpinan otoriter ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan.
Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk
mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
- Keuntungan dalam menggunakan gaya kepemimpinan otoriter : Bawahan tidak perlu memikirkan apapun, bawahan cukup melaksanakan apa yang diputuskan dari pemimpin.
- Kelemahan dalam menggunakan gaya kepemimpinan otoriter : Semua aspek kegiatan dalam perusahaan dikendalikan oleh pemimpin, sehingga apabila ada suatu masalah dalam perusahaan tersebut semuanya hanya tergantung pada pimimpin dan bawahan tidak boleh ikut campur dalam pengambilan keputusan. Sehingga kurang adanya kerjasama dalam perusahaan tersebut.
Pebandingan motivasi bawahan Hartoyo sekarang dan dulu
sewaktu di tentara:
Dalam membangun
sebuah perusahaan diperlukan kerjasama antara pemimpin dengan
bawahan., sehingga bawahan hartoyo yang sekarang ingin ikut dalam membangun perusahaan tersebut secara bersama-sama agar
tercapainya sebuah tujuan. Sedangkan bawahan hartoyo sewaktu di tentara
merupakan anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi.Sehingga
mereka membutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter.
·
Konsekuensinya apa, bila Hartoyo tidak dapat merubah gaya
kepemimpinannya? Apa saran saudara bagi perusahaan, untuk merubah keadaan?
Jawab :
Apabila Hartoyo tidak
dapat merubah gaya kepemimpinannya perusahaan tersebut dapat mengalami gulung
tikar, apabila seorang pimimpin hanya mengutamakan keputusan sendiri tanpa
menerima saran dari bawahan.
Saran saya, sebaiknya
Hartoyo dapat merubah gaya kepemimpinan otoriternya dengan gaya kepemimpinan demokrastis,
yaitu gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan.
Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang
utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi
tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Pada kepemimpinan demokrasi, anggota
memiliki peranan yang lebih besar.
Pada kepemimpinan ini
seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang
cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu,
anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota
yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi. Sehingga
Hartoyo akan mudah untuk mencapai tujuan perusahaannya apabila merubah gaya
kepemimpinannya dengan gaya kepemimpinan demokratis .
BAB
III
TEORI
A. Teori-teori
kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan
kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang
terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh
karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari
masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang
kepemimpinan.
Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri
perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar
belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin,
sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).Teori kepemimpinan pada umumnya
berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan
kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang
sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban
manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.
Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang
menjadi pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang
menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh
kemauan sendiri.
b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat
kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta
sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Teori-teori dalam Kepemimpinan
a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang
dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa
untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang
dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku
seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah
pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku: Ø Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan
bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela,
mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta
memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan
perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.Ø Berorientasi
kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan
ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi
pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian,
kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi
pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan,
pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur
melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap
bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak
dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional
ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan
dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi
dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian
(1994:129) adalah
·
Jenis pekerjaan dan
kompleksitas tugas;
·
Bentuk dan sifat
teknologi yang digunakan;
·
Persepsi, sikap dan gaya
kepemimpinan;
·
Norma yang dianut
kelompok;
·
Rentang kendali;
·
Ancaman dari luar
organisasi;
·
Tingkat stress;
·
Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Teori lainnya, yaitu :
1)
Teori
orang-orang terkemuka
Bernard,
Bingham, Tead dan Kilbourne menerangkan kepemimpinan berkenaan dengan
sifat-sifat dasar kepribadian dan karakter.
2)
Teori
lingkungan
Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin
muncul oleh kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan dia memecahkan masalah
sosial dalam keadaan tertekan, perubahan dan
adaptasi. Sedangkan Murphy, menyatakan kepemimpinan tidak terletak dalam
darir individu melainkan merupakan fungsi dari suatu peristiwa.
3)
Teori
personal situasional
Case (1933) menyatakan bahwa kepemimpinan dihasilkan
dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat dasar
kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan kepada kelompok.
4)
Teori
interaksi harapan
Homan (1950) menyatakan semakin tinggi
kedudukan individu dalam kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan semakin
banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi.
5)
Teori humanistik
Likert (1961) menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan proses yang saling berhubungan dimana seseorang pemimpin
harus memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan individual
dari mereka yang terlibat dalam interaksi yang berlangsung.
6)
Teori
pertukaran
Blau (1964) menyatakan pengangkatan
seseorang anggota untuk menempati status yang cukup tinggi merupakan manfaat
yang besar bagi dirinya. Pemimpin cenderung akan kehilangan kekuasaaanya bila
para anggota tidak lagi sepenuh hati melaksanakan segala kewajibannya.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan
“membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar
cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya
kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan
perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal
tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a.
Model kontinuum
Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi
kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan
keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri
kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada
penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak
bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah
menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada
kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung
pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana
interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang
akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila: * Hubungan atasan dan bawahan
dikategorikan baik; * Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat
struktur yang tinggi; * Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c.
Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang
tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi
tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang
digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas
kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan.
d.
Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin
yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme
untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan
bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya.
Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor
motivasional bagi bawahannya.
e.
Model “Pimpinan-Peran
serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan
dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan
struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat
penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus
ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan
dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan
tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi
dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
B. Konsep
Kepemimpinan
a) Sifat Dasar Kepemimpinan
Sebelum
membahas lebih lanjut apa itu kepemimpinan
dan bagaimana menjadi pemimpin yang efektif, kita perlu tahu apa arti
dari kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan telah menjadi topik yang sangat
menarik dari para ahli sejarah dan filsafat sejak masa dahulu. Sejak saat itu
para ahli telah menawarkan 350 definisi tentang kepemimpinan. Salah seorang
ahli menyimpulkan bahwa “Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling
mudah di observasi tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit dipahami” (Richard
L. Daft,1999). Mendefinisikan kepemimpinan merupakan suatu masalah yang
kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu sendiri memang sangat
kompleks. Akan tetapi, perkembangan ilmu saat ini telah membawa banyak kemajuan
sehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis dan objektif.
b)
Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan
tampaknya lebih merupakan konsep yang
berdasarkan pengalaman. Arti kata-kata ketua atau raja yang dapat
ditemukan dalam beberapa bahasa hanyalah untuk menunjukan adanya pembedaan
anatara pemerintah dari anggota masyarakat lainnya. Banyaknya konsep defiisi kepemimpinan yang
berbeda hampir sebanyak jumlah orang
yang telah berusaha untuk mendefinisikannya. Untuk lebih mempermudah pemahaman
kita, maka akan diacuh satu definisi yang kiranya mampu menjadi landasan untuk
membahas konsep kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan
yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang
menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C.
Rost.,1993).
Unsur
kunci dari definisi ini dirangkum pada
gambar dibawah ini. Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam,
yang terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan dan
perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan
pengikutnya (bawahan). Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan di
antara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi
merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian
kepemimpinan itu sendiri merupakan proses yang saling mempengaruhi.
Unsur-unsur
pokok dalam kepemimpinan
Pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian sebaliknya. Orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubhan sehingga pemimpin diharapkan mampun menciptakan perubahan yang signifikan dalam organisasi dan bukan mempertahankan status quo. Selanjutnya, perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang diinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan (purposes) yang diinginkan dan dimiliki bersama. Tujuan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan, yang harus dicapai dimasa depan sehingga tujuan ini menjadi motivasi utama visi dan misi organisasi.
Pemimpin
mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan
bersama.Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, yang terjadi di antara
orang-orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut
(followers). Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat,
keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang
diinginkan bersama.
Dengan
demikian, baik pemimpin atau pun pengikut mengambil tanggung jawab
pribadi(personal responsibility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Banyaknya
konsep definisi mengenai kepemimpinan yang berbeda hampir sebanyak jumlah orang
yang telah berusaha untuk mendefinisikannya.
Banyak kesamaan di antara
definisi-definisi tersebut yang memungkinkan adanya skema klasifikasi secara
kasar.
1)
Kepemimpinan
sebagai fokus proses-proses kelompok
Mumfrrord
(1906-1907) : “kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau bebrapa individu
dalam kelompok, dalam mengontrol gejala-gejala sosial “. Cooley (1902) :
“pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi dan di lain pihak, seluruk
gerakan sosial bila diuji secara teliti akan terdiri atas berbagai tendensi
yang mempunyai inti tersebut”.
Redl (1942) : “pemimpin adalah figur
sentral yang mempersatukan kelompok”
Brown (1936) : “pemimpin tidak dapat
dipisahkan dari kelompok, akan tetapi
boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan”.
Knickerbocker (1948) : “kepemimpinan
adalah fungsi dari kebutuhan yang muncul pada situasi tertentu dan terdiri atas
hubungan antara individu dengan kelompoknya.
2)
Kepemimpinan
sebagai suatu kepribadian dan akibatnya
Bowden (1926), mempersamakan
kepemimpinan dengan kekuatan kepribadian.
Tead (1929), kepemimpinan sebagai
perpaduan dari berbagai sifat yang memungkinkan individu mempengaruhi orang
lain untuk mengerjakan beberapa tugas tertentu.
Bogarus (1928), kepemimpinan sebagai
bentukan dan keadaan pola tingkah laku yang dapat membuat orang lain berada di
bawah pengaruhnya.
3)
Kepemimpinan
sebagai seni mempengaruhi orang lain
Munson
(1921) : ”kepemimpinan sebagai kemampuan menghendle orang lain untuk memperoleh
hasil maksimal dengan friksi sedikit mungkin dan kerja sama yang besar. Kepemimpinan
adalah kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah”.
Stuart
: “kepemimpinan sebagai kemampuan yang memberi kesan tentang keinginan
pemimpin, sehingga dapat menimbulkan kepatuhan, rasa hormat, loyalitas dan kerjasama”.
Bundel (1930) : “ “memandang
kepemimpinan sebagai seni untuk mempengaruhi orang lain mengerjakan apa yang
diharapkan supaya orang lain mengerjakan”. Philips (1939) : “kepemimpinan
adalah pembenahan, pemeliharaan dan pengarahan dari kesatuan moral untuk
mencapai tujuan akhir”.
4)
Kepemimpinan
sebagai penggunaan pengaruh
Shartle
(1951) : “pemimpin dapat dianggap sebagi seorang individu yang menggunakan
pengaruh positif melalui tindakannya terhadap orang lain”.
Tannenbaum,
Weschler dan Massank (1961) : “kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal,
dipraktekan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk
mencapai tujuan.
5)
Kepemimpinan
sebagai tindakan atau tingkah laku
Hemphill
(1949) : “kepemimpinan didefinisikan sebagi tingkah laku seorang individu yang
mengatakan aktivitas kelompok”
6)
Kepemimpinan
sebagai bentuk persuasi
Schenk
(1928) : “kepemimpinan adalah
pengelolaan manusia melalui persuasi dan interprestasi dari pada melalui
pemaksaan langsung”. Meson (1934) : “kepemimpinan mengindikasikan adanya
kemampuan mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa aman dengan melalui pendekatan
secara emosional dari pada melalui penggunaan otoriter”.
Copeland
(1942) : “kepemimpinan adalah seni
berhubungan dengan orang lain, merupakan seni mempengaruhi orang melalui
persuasi dengan contoh konkrit”.
7)
Kepemimpinan
sebagai hubungan kekuasaan
Janda
(1960) : “kepemimpinan sebagai tipe hubungan kekuasaan yang berciri persepsi
anggota kelompok tentang hak anggota kelompok untuk menentukan pola tingkah
laku yang sesuai dengan aktivitas kelompok”.
Warriner
(1955) : “kepemimpinan sebagai bentuk hubungan antara manusia/individu yang
mempersyaratkan konformitas dengan tindakan masing-masing individu”.
8)
Kepemimpinan
sebagai alat mencapai tujuan
Cowley
(1928) : “pemimpin adalah individu yang memiliki program, rencana dan bersama anggota kelompok bergerak
untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti”. Bellow (1959) : “kepemimpinan
sebagai proses menciptakan situasi
sehingga para anggota kelompok, termasuk pemimpin dapat mencapai tujuan bersama dengan hasil maksimal dlam
waktu yang singkat.
9)
Kepemimpinan
sebagai akibat dari interaksi
Borgardus (1929) : “kepemimpinan tidak sebagi penyebab atau
pengendali, melainkan sebagai aklibat dari tindakan kelompok”.
10) Kepemimpinan sebagai pembedaan peran
Sherif
(1956) : “menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan peranan di dalam suatu hubungan dan ditentukan oleh
harapan timbal-balik antara pemimpin dengan anggota lainnya”.
11) Kepemimpinan sebaga inisiasi struktur
Stogdill
(1955) : “kepemimpinan sebagai permulaan dan pemeliharaan struktur harapan dan interaksi”.
Cukup
banyak definisi kepemimpinan yang ditawarkan para ahli di bidang organisasi dan
manajemen. Masing-masing memiliki perspektif dan metodelogi pembuatan definisi
yang cukup berbeda, bergantung pada pendekatan (epistemologi) yang mereka
bangun guna menyelidiki fenomena kepemimpinan..Disini dapat ditarik kesimpulan
menurut saya tentanh kepemimpinan ,
Definisi kepemimpinan, cukup
singkat, diajukan Peter G. Northouse yaitu “ ... is a process whereby
an individual influences a group of individuals to achieve a common goal.”[5] [“
... adalah proses dalam mana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu
guna mencapai tujuan bersama.”] Lewat definisi singkat ini, Northouse
menggarisbawahi sejumlah konsep penting dalam definisi kepemimpinan yaitu:
·
kepemimpinan merupakan sebuah
proses;
·
kepemimpinan melibatkan pengaruh;
·
kepemimpinan muncul di dalam
kelompok;
·
kepemimpinan melibatkan tujuan
bersama.
Pendekatan
dalam Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah suatu konsep yang kompleks sehingga para ahli mengkaji masalah ini dari
aneka sisi. Masing-masing sisi memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing.
Sebagai contoh, penulis seperti Peter G. Northouse membagi pendekatan kepemimpinan
menjadi:
·
Pendekatan Sifat (Trait);
·
Pendekatan Keahlian (Skill);
·
Pendekatan Gaya (Style);
·
Pendekatan Situasional;
·
Pendekatan Kontijensi;
·
Teori Path-Goal;
·
Teori Pertukaran Leader-Member;
·
Pendekatan Transformasional;
·
Pendekatan Otentik;
·
Pendekatan Tim;
·
Pendekatan Sifat (Trait Approach
atau Quality Approach)
Pendekatan
sifat termasuk pendekatan kepemimpinan yang paling
tua. Pendekatan sifatmenganggap pemimpin itu dilahirkan (given)
bukan dilatih atau diasah. Kepemimpinan terdiri atas atribut tertentu yang
melekat pada diri pemimpin, atau sifat personal, yang membedakan pemimpin dari
pengikutnya. Sebab itu, pendekatan sifat juga disebut teori kepemimpinan orang-orang
besar. Lebih jauh, pendekatan ini juga membedakan antara pemimpin yang
efektif dengan yang tidak efektif. Pendekatan ini dimulai tahun 1930-an dan
hingga kini telah meliputi 300 riset.
·
Pendekatan Keahlian (Skills
Approach)
Pendekatan
Keahlian punya fokus yang sama dengan pendekatan sifat yaitu
individu pemimpin. Bedanya, jika pendekatan sifat menekankan
pada karakter personal pemimpin yang bersifat given by God,
maka pendekatan keahlian menekankan pada keahlian dan
kemampuan yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siapapun yang ingin
menjadi pemimpin organisasi.
Jika pendekatan
sifat mempertanyakan siapa saja yang mampu untuk menjadi
pemimpin, maka pendekatan keahlian mempertanyakan apa
yang harus diketahui untuk menjadi seorang pemimpin. Definisi pendekatan
keahlian adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengetahuan dan
kompetensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai seperangkat tujuan. Keahlian,
menurut pendekatan keahlian dapat dipelajari, dilatih, dan
dikembangkan.
·
Pendekatan Gaya Kepemimpinan
Pendekatan gaya
kepemimpinan menekankan pada perilaku seorang pemimpin. Ia berbeda
dengan pendekatan sifat yang menekankan pada
karakteristik pribadi pemimpin,juga berbeda dengan pendekatan keahlian yang
menekankan pada kemampuan administratif pemimpin.
Pendekatan gaya
kepemimpinan fokus pada apa benar-benar dilakukan oleh pemimpin dan
bagaimana cara mereka bertindak. Pendekatan ini juga memperluas kajian
kepemimpinan dengan bergerak ke arah tindakan-tindakan pemimpin terhadap anak
buah di dalam aneka situasi.
Pendekatan
ini menganggap kepemimpinan apapun selalu menunjukkan dua perilaku umum :
(1) Perilaku Kerja, dan (2) Perilaku Hubungan. Perilaku
kerja memfasilitasi tercapainya tujuan: Mereka membantu anggota
kelompok mencapai tujuannya. Perilaku hubunganmembantu bawahan
untuk merasa nyaman baik dengan diri sendiri, dengan orang lain, maupun dengan
situasi dimana mereka berada. Tujuan utama pendekatan gaya
kepemimpinan adalah menjelaskan bagaimana pemimpin mengkombinasikan
kedua jenis perilaku (kerja dan hubungan) guna mempengaruhi bawahan dalam
upayanya mencapai tujuan organisasi.
Pendekatan gaya
kepemimpinan secara singkat direpresentasikan oleh tiga riset yang
satu sama lain berbeda. Pertama, riset Ohio State
University yang diadakan di akhir 1940-an lewat karya Stogdill (1948),
yang memberi perhatian yang lebih dari sekadar sifat dalam mengkaji
kepemimpinan. Kedua, riset yang diadakan di University of
Michigan yang mengeksplorasi bagaimana kepemimpinan menjalankan
fungsinya di dalam kelompok kecil.Ketiga, riset yang diawali oleh Blake
dan Mouton di awal 1960-an yang mengeksplorasi bagaimana manajer menggunakan
perilaku kerja dan hubungannya dalam konteks organisasi.
·
Pendekatan Kepemimpinan Situasional
Pendekatan Situasional adalah
pendekatan yang paling banyak dikenal. Pendekatan ini dikembangkan oleh Paul
Hersey and Kenneth H. Blanchard tahun 1969 berdasarkan
Teori
Gaya Manajemen Tiga Dimensi karya William J. Reddin tahun
1967. Pendekatan kepemimpinan Situasional fokus pada fenomena
kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik. Premis dari pendekatan ini
adalah perbedaan situasi membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda.
Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif harus mampu menyesuaikan
gaya mereka terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah.
Pendekatan kepemimpinan situasional menekankan
bahwa kepemimpinan terdiri atasdimensi arahan dan dimensi
dukungan. Setiap dimensi harus diterapkan secara tepat dengan memperhatikan
situasi yang berkembang. Guna menentukan apa yang dibutuhkan oleh situasi
khusus, pemimpin harus mengevaluasi pekerja mereka dan menilai seberapa
kompeten dan besar komitmen pekerja atas pekerjaan yang diberikan.
Dengan
asumsi bahwa motivasi dan keahlian pekerja berbeda di setiap waktu,kepemimpinan situasional menyarankan
pemimpin untuk mengubah tinggi-rendahnya derajat tatkala mengarahkan atau mendukung para
pekerja dalam memenuhi kebutuhan bawahan yang juga berubah. Dalam
pandangan kepemimpinan situasional, pemimpin yang
efektif adalah mereka yang mampu mengenali apa yang dibutuhkan pekerja untuk
kemudian (secara kreatif) menyesuaikan gaya mereka agar memenuhi kebutuhan
pekerja tersebut.
Kepemimpinan situasional menyediakan
empat pilihan gaya kepemimpinan. Keempat gaya tersebut melibatkan aneka
kombinasi dari Perilaku Kerja dengan Perilaku Hubungan.Perilaku
Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan
pemberitahuan pada pekerja seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan,
kapan, dan bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan
tingkat perilaku kerja yang tinggi di sejumlah situasi dan hanya
sekedarnya di situasi lain.
Perilaku
hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar,
memotivasi, melibatkan pengikut dalam proses pengambilan keputusan, serta
memberikan dukungan emosional pada mereka. Perilaku hubungan juga
diberlakukan secara berbeda di aneka situasi.
Dengan
mengkombinasikan derajat tertentu perilaku kerja dan derajat
tertentu perilaku hubungan, pemimpin yang efektif dapat memilih
empat gaya kepemimpinan yang tersedia, yaitu:
1.
Pemberitahu
2.
Partisipatif
3.
Penjual
4.
Pendelegasi.
Gaya
Pemberitahu adalah gaya pemimpin yang selalu memberikan instruksi
yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan dari jarak
dekat. Gaya Pemberitahumembantu untuk memastikan pekerja yang baru
untuk menghasilkan kinerja yang maksimal, dan akan menyediakan fundasi solid
bagi kepuasan dan kesuksesan mereka di masa datang.
Gaya
Penjual adalah gaya pemimpin yang menyediakan pengarahan, mengupayakan
komunikasi dua-arah, dan membantu membangun motivasi dan rasa percaya diri
pekerja. Gaya ini muncul tatkala kesiapan pengikut dalam
melakukan pekerjaan meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap
membimbing akibat pekerja belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas
pekerjaan. Sebab itu, pemimpin perlu mulai menunjukkan perilaku dukungan guna
memancing rasa percaya diri pekerja sambil terus memelihara antusiasme mereka.
Gaya
Partisipatif adalah gaya pemimpin yang
mendorong pekerja untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi
pekerjaan bawahan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Mereka mau membantu
pada bawahan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam
melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai
pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini
melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta
siap membantu pengikutnya.
Gaya
Pendelegasi adalah gaya pemimpin yang cenderung mengalihkan
tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini
muncul tatkala pekerja ada pada tingkat kesiapan tertinggi
sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah
kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas
pekerjaannya.
·
Pendekatan Teori Kepemimpinan
Kontijensi (Ketidakpastian)
Teori
Kontijensi dalam kajian kepemimpinan fokus pada interaksi antara
variabel-variabel yang terlibat di dalam situasi serta pola-pola perilaku
kepemimpinan. Teori Kontijensididasarkan atas keyakinan bahwa tidak
ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok bagi aneka situasi.
Hingga
sejauh ini, pendekatan-pendekatan kepemimpinan lebih tertuju pada Pemimpin
(Pendekatan Sifat, Pendekatan Keahlian, dan Pendekatan Gaya) atau pada Pengikut
dan Konteks Situasi (Pendekatan Situasional, Teori Kontijensi, dan Teori Path-Goal).
TeoriLeader-Member Exchange (LMX Theory) berbeda.
Teori LMX fokus
pada interaksi antara Pemimpin dengan Pengikut. Teori ini
termanifestasi dalam pola hubungan dyadic (berdasar 2 pihak)
antara pemimpin dan pengikut sebagai fokus proses kepempimpinan
Pendekatan
Kepemimpinan Transformasional awalnya digagas oleh James MacGregor Burns tahun
1978.[16] Ia membedakan 2 jenis kepemimpinan yaitu Kepemimpinan
Transaksional dan lawannya, Kepemimpinan Transformasional.
Pemimpin
bercorak transaksional adalah mereka yang memimpin lewat pertukaran
sosial. Misalnya, politisi memimpin dengan cara “menukar satu hal dengan hal
lain: pekerjaan dengan suara, atau subsidi dengan kontribusi kampanye. Pemimpin
bisnis bercorak transaksional menawarkan reward finansial bagi
produktivitas atau tidak memberi rewardatas kurangnya
produktivitas.
Pemimpin
bercorak transformasional adalah mereka yang merangsang dan
mengispirasikan pengikutnya, baik untuk mencapai sesuatu yang tidak biasa dan,
dalam prosesnya, mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sendiri. Pemimpin
transformasional membantu pengikutnya untuk berkembang dan membuat mereka jadi
pemimpin baru dengan cara merespon kebutuhan-kebutuhan yang bersifat individual
dari para pengikut. Mereka memberdayakan para pengikut dengan cara
menselaraskan tujuan yang lebih besar individual para pengikut, pemimpin,
kelompok, dan organisasi.
Kepemimpinan
Transformasional dapat mengubah pengikut melebihi kinerja yang diharapkan,
sebagaimana mereka mampu mencapai kepuasan dan komitmen pengikut atas kelompok
ataupun organisasi.
Kepemimpinan otentik terdapat
dalam tulisan Bruce J. Avolio and Fred
Luthans.[19] Avolioand Luthans mendefinisikan kepemimpinan
otentik sebagai “proses kepemimpinan yang dihasilkan dari perpaduan
antara kapasitas psikologis individu dengan konteks organisasi yang terbangun
baik, sehingga mampu menghasilkan perilaku yang tinggi kadar kewaspadaan dan
kemampuannya dalam mengendalikan diri, sekaligus mendorong pengembangan diri
secara positif.”[20]
Kepemimpinan
otentik memiliki empatkomponen, yaitu: (1) Kewaspadaan Diri; (2) Perspektif
Moral yang Terinternalisasi; (3) Pengelolaan Berimbang; dan (4) Transparansi
Hubungan. Kewaspadaan Diri. Meningkatnya
kewaspadaan diri adalah faktor perkembangan penting bagi pemimpin otentik.
Lewat refleksi, pemimpin otentik dapat mencapai derajat yang jelas seputar
nilai-nilai inti yang mereka anut, identitas, emosi, dan motivasi atau
tujuannya. Dengan mengenali diri sendiri, pemimpin otentik memiliki pemahaman
yang kuat seputar kediriannya sehingga menjadi pedoman mereka baik dalam setiap
proses pengambilan keputusan maupun dalam perilaku kesehariannya.
Kewaspadaan
diri digambarkan pula sebagai memiliki kewaspadaan atas, dan keyakinan dalam,
motif, perasaan, hasrat, dan pengetahuan diri relevan lainnya. Kewaspadaan diri
juga melibatkan kesadaran akan kekuatan diri, kelemahan diri, sebagai
unsur-unsur yang saling bertolak belakang yang ada pada setiap manusia.
Kewaspadaan diri adalah proses yang berlangsung selama refleksi seorang pemimpin
atas nilai, identitas, emosi, dan motivasi serta tujuannya yang unik.
Nilai. Pemimpin otentik akan melawan
setiap tuntutan situasional serta sosial yang dianggap mencoba melemahkan
nilai-nilai yang mereka miliki. Nilai-nilai ini bisa didefinisikan sebagai
“konsepsi yang diinginkan seorang aktor sosial – pemimpin organisasi, pembuat
kebijakan, individu – yang membimbing cara mereka dalam memilih tindakan,
menilai orang dan peristiwa, serta menjelaskan tindakan dan evaluasinya
tersebut.
Nilai
juga menyediakan dasar bagi tindakan pemimpin dalam upaya penyesuai mereka atas
kebutuhan komunitas yang mereka pimpin ataupun unit organisasi mereka secara
khusus. Nilai dipelajari lewat proses sosialisasi. Sejak terinternalisasi,
nilai tersebut menjadi bagian integral dari sistem kedirian seseorang.
Sehubungan dengan pemberian pengaruh pemimpin pada pengikut, nilai tersebut
tidak bisa dikompromikan dan akan mereka transfer.
Identitas. Identitas
adalah teori yang mencoba untuk menggambarkan, menghubungkan, dan menjelaskan
sifat, karakter, dan pengalaman individu. Dua tipe identitas yang didiskusikan
dalam konteks kepempinan otentik adalah : (1) identitas personal, dan (2)
identitas sosial.
Identitas
personal adalah kategorisasi diri yang didasarkan pada
karakteristik unik seseorang – termasuk sifat dan atributnya – yang membedakan
satu individu dengan individu lainnya. Identitas sosial adalah
identitas yang didasarkan atas sejauh mana individu mengklasifikasikan dirinya
selaku anggota dari suatu kelompok sosial tertentu, termasuk kekuatan emosi dan
nilai yang terbentuk terkait dengan keanggotaan tersebut.
Identitas
personal dan sosial saling berhubungan satu sama lain sebagai hasil refleksi
seseorang atas dirinya sendiri serta interaksinya dengan orang lain. Pemimpin
otentikmemahami identitas personal dan sosial ini secara jelas dan selalu
mewaspadainya.
Emosi. Pemimpin
otentik juga memiliki kewaspadaan diri yang bersifat emosional. Semakin tinggi
kecerdasan emosional seseorang, semakin waspada mereka atas emosi tersebut
sehingga dapat memahami pengaruhnya atas proses kognitif dan kemampuan
pembuatan keputusannya. Kesadaran diri seputar dimensi emosi seseorang
merupakan prediktor kunci untuk membangun kepemimpinaan yang efektif.
Motivasi/Tujuan. Pemimpin otentik berorientasi
pada masa depan. Mereka secara terus-menerus berupaya mengembangkan baik
dirinya maupun para pengikutnya. Tindakan pemimpin otentik diarahkan oleh
motif-motif untuk menyempurnakan dirinya. Mereka cenderung aktif mencari feedback yang
akurat dari para stakeholder (pengikut, teman, mentor,
pelanggan) tidak hanya untuk mengkonfirmasi pandangan pribadi mereka sendiri,
tetapi juga guna mengenali diskrepansinya (kesenjangannya) antara kondisi nyata
dengan pandangan pribadinya.
Perspektif Moral yang Terinternalisasi. Perspektif
moral yang terinternalisasi menggambarkan proses pengaturan diri sendiri di
mana pemimpin cenderung meresapkan nilai-nilai mereka kepada maksud
juga tindakan mereka. Pemimpin otentik akan melawan setiap tekanan
eksternal yang berlawanan dengan standar moral yang mereka pegang melalui
proses regulasi internal di dalam diri mereka, yang memastikan bahwa
nilai-nilai mereka tetap selaras dengan tindakan yang mereka ambil. Dengan
meresapkan nilai ke dalam tindakan serta bertindak menurut kesejatian diri
sendiri, pemimpin otentikmenunjukkan konsistensi antara apa yang
mereka katakan dengan apa yang mereka lakukan.
Pengelolaan Berimbang. Pengelolaan
berimbang juga kerap dirujuk sebagai pengelolaan yang tidak memihak. Terhadap
informasi negatif dan positif, pemimpin otentik mampu
mendengar, menafsir, dan memprosesnya dengan cara yang obyektif. Proses ini
mereka lakukan sebelum mengambil keputusan dan tindakan. Proses ini meliputi
pengevaluasian kata-kata dan tindakan mereka sendiri secara obyektif tanpa
mengabaikan atau menyimpangkan sesuatu yang ada, termasuk interpretasi seputar
gaya kepemimpinannya sendiri. Pengelolaan berimbang juga berhubungan dengan
karakter dan integritas seorang pemimpin.
·
Pendekatan Kepemimpinan Tim
Tim
adalah kelompok di dalam organisasi yang anggota-anggotanya saling bergantung
satu sama lain, saling berbagi tujuan bersama, dan dicirikan oleh adanya satu
orang yang mengkoordinasikan kegiatan bersama mereka. Koordinasi tersebut
dilakukan demi mencapai tujuan bersama. Contoh dari sebuah tim adalah tim
manajemen proyek, gugus tugas, unit-unit kerja, atau tim pengembang
organisasi.
Di
dalam tim, fungsi utama kepemimpinan adalah berupaya mencapai tujuan organisasi
(tim) secara kolektif, bukan individual. Tim umumnya memiliki seorang pemimpin
yang telah ditentukan. Pemimpin tersebut dapat berasal dari dalam tim itu
sendiri maupun dari luar.
Peran
kepemimpinan di dalam tim dapat saja dirotasi sehingga mungkin saja diisi oleh
para anggota lain antarwaktu. Peran kepemimpinan di dalam tim juga bisa disebar
di antara sejumlah anggota tim tanpa harus ditentukan seorang pemimpin secara
formal. Kepemimpinan yang tersebar tersebut umum ditemukan dalam kepemimpinan
tim. Posisi kepemimpinan dalam tim tidak lagi bercorak satu pemimpin formal
selaku pemegang tanggung jawab utama melainkan jatuh ke tangan beberapa orang
yang berpengalaman di dalam tim. Tindakan hubungan dalam konteks internal
dibutuhkan untuk meningkatkan skillinterpersonal anggota tim
sekaligus hubungan yang terjalin di dalam tim. Tindakan kepemimpinan eksternal
adalah tindakan yang dibutuhkan untuk menjaga tim agar terlindung dari dampak
lingkungan eksternal, tetapi di saat sama, mempertahankan hubungan tim dengan
lingkungan eksternal.
Efektivitas
tim terdiri atas dua dimensi yaitu : (1) kinerja tim dan (2) pengembangan tim.
Kinerja tim mengaju pada seberapa baik kualitas tugas yang mampu dicapaioleh
tim. Pengembangan tim mengacu pada seberapa baik tim tetap terpelihara
sehubungan dengan pencapaian tugas-tugas tim. Sejumlah peneliti menganjurkan
kriteria penilaian efektivitas tim.
·
Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan
psikodinamik dalam kepemimpinan dibangun berdasarkan dua asumsi
dasar.[27] Pertama, karakteristik personal individu sesungguhnya
telah tertanam jauh di dalam kepribadiannya sehingga sulit untuk diubah
walaupun dengan aneka cara. Kuncinya adalah pengikut harus menerima
secara legowo karakteristik seorang pemimpin, memahami dampak
kepribadiannya tersebut diri mereka, dan menerima keistimewaan dan faktor
ideosinkretik yang melekat pada seorang pemimpin. Kedua, invididu
memiliki sejumlah motif dan perasaan yang berada di bawah alam sadarnya. Motif
dan perasaan ini tidak mereka sadari. Sebab itu, perilaku individu tidak hanya
merupakan hasil dari tindakan dan respon yang bisa diamati, melainkan juga
residu emosi dari pengalaman sebelumnya yang telah mengendap sekian lama di
alam bawah sadarnya.
Pendekatan
psikodinamik berakar dari karya psikoanalisis Sigmund tahun 1938. Freud
berusaha membantu masalah para pasiennya yang tidak berhasil ditangani oleh
metode-metode konvensional. Metode yang ia gunakan adalah menghipnotis pasien
guna menyingkap alam bawah sadanya. Kajian Freud lalu dilanjutkan muridnya,
Carl Gustave Jung. Kajian psikoanalitis Frued dan Jung inilah yang kemudian
mendasari pendekatan psikodinamika dalam kepemimpinan.
Carl
Gustav Jung kemudian mengembangkan alat ukur yang menjadi dasar pengukuran
Kepemimpinan Psikodinamik. Alat ukur tersebut dikembangkan berdasarkan 4 dimensi.Pertama,
menekankan pada kemana individu mencurahkan energinya (internal ataupun
eksternal). Kedua, melibatkan cara orang mengumpulkan informasi
(secara zakelijkataupun lebih intuitif dan acak). Ketiga,
cara individu membuat keputusan (apakah rasional-faktual ataukah
subyektif-personal). Keempat, menekankan pada perbedaan
antarindividu, antara yang terencana dengan yang spontan.
Berdasarkan
keempat dimensi tersebut, Jung kemudian membuat empat klasifikasi yang menjadi
dasar kategorisasi kepemimpinan psikodinamik yaitu: (1) Ekstraversi versusintroversi,
meliputi kemana individu cenderung mencurahkan energinya, kepada aspek internal
ataukah eksternal; (2) Sensing versus intuiting,
meliputi apakah individu cenderung mengumpulkan informasi secara empirik ataukah
intuitif; (3) Thinking versusfeeling, yang meliputi
kecenderungan individu untuk membuat keputusan secara rasional atau subyektif;
(4) Judging versus perceiving, meliputi
kecenderungan individu untuk hidup secara tertata/terencana ataukan spontan.
Berdasarkan keempat modelnya ini, Jung mampu membuat 16 kombinasi.
Ekstraversi dan Introversi.
Ektraversi adalah kecenderungan individu untuk mengumpulkan informasi,
inspirasi, dan energi dari luar dirinya. Salah satu ciri individuekstrovert adalah
mereka bicara banyak hal. Orang seperti ini suka berhubungan dengan orang lain
dan memiliki kecenderungan bertindak. Mereka terkesan bersemangat dan disukai
dalam pergaulan sosial.
Sebaliknya,
individiu introvert cenderung menggunakan gagasan dan
pemikirannya sendiri dalam mengumpulkan informasi tanpa terlalu membutuhkan
rangsangan eksternal. Individu seperti pun cenderung mendengar ketimbang
berbicara. Mereka mampu mengumpulkan informasi baik melalui kegiatan membaca
ataupun menonton televisi. Ciri utama introversi adalah kebutuhannya untuk
menyendiri agar mampu berpikir serta memulihkan diri.
Sensing dan Intuition. Dimensi sensing dan intuition berkait
dengan kegiatan invididu dalam memperoleh informasi. Sensor mengumpulkan data
lewat perasa (sensing), dan pemikiran mereka berkisar di sekitar masalah
praktis dan faktual. Individu kategori sensingcenderung menyukai
rincian serta melibatkan diri di dalam dunia praktis. Mereka lebih
memperhatikan segala apa yang bisa mereka lihat, dengar, sentuh, bau, dan
rasakan. Ketepatan dan akurasi adalah kesukaan utama orang yang
berdimensi sensing.
Tipe Intuition adalah
orang yang intuitif. Mereka cenderung konseptual dan teoretis. Pengalaman
praktis dalam kehidupan sehari-hari justru membosankan mereka. Mereka lebih
menyukai kegiatan pemikiran yang kreatif, berpikir tentang masa depan, serta
melakukan hal-hal yang tidak umum saat menyelesaikan suatu masalah. Dalam
mengumpulkan informasi, tipe intuition mencari segala
keterhubungan dan mengkaji hipotesis-hipotesis; mereka cenderung menggunakan
kerangka teoretis dalam memahami dan memperoleh data.
Thinking dan Feeling. Setelah
memperoleh informasi, individu perlu membuat keputusan berdasarkan data dan
fakta yang mereka miliki. Terdapat dua cara dalam membuat keputusan, yaitu
dengan thinking dan feeling. Individu yang masuk
kategori thinkingcenderung menggunakan logika, menjaga
obyektivitas, dan berpikir secara analitis. Dalam melakukan kegiatan ini,
mereka cenderung tidak melibatkan diri ataupun terkesan terpisah dengan orang
lain. Mereka lebih suka membuat keputusan secara terukur.
Judging dan Perceiving. Tipe judger cenderung
menyukai sesuatu yang terstruktur, terencana, terjadual, dan hal-hal yang
solutif (menyelesaikan permasalahan). Mereka lebih menyukai kepastian dan
cenderung bertindak secara step-by-step. Sebab itu, tipe ini merasa
yakin pada metodenya ketika bertindak. Sebaliknya, perceiver cenderung
lebih fleksibel, adaptif, tentatif, dan terbuka. Mereka ini lebih
spontan. Perceiver menghindarideadline yang serius
dan bisa mengubah pikiran ataupun keputusannya sendiri hampir tanpa kesulitan.
Kuesioner yang populer untuk mengukur keempat dimensi Jung tersebut adalah yang
dikembangkan Myers dan Briggs yang disebut MBTI (Myers-Briggs Typhology
Inventory).
Kajian formal
atas pendekatan psikodinamika dalam kepemimpinan dilakukan seorang profesor
manajemen di Harvard University, Abraham Zaleznik, tahun 1977.
Zaleznik banyak menggunakan data dari para pemimpin karismatik. Pada masa yang
kemudian, Michael Maccoby mulai mengembangkan pendekatan psikodinamik, yang
memadukan antara bidang antropologi dengan pelatihan psikoanalitik. Akhirnya,
pada tahun 2003, Maccoby berhasil mengembangkan apa yang kemudian dikenal
sebagai tipe pemimpin bercorak narsistik produktif sebagai
kategori pemimpinan yang visioner. Pendekatan psikodinamik ini juga menganggap
bahwa gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh latar belakang keluarga dan
polesan-polesan psikologis
BAB
IV
ALTERNATIF
PEMECAHAN MASALAH PEMBAHASAN
Alternative pemecahan masalah ini bisa di lakukan dengan
cara sebagai berikut
·
Pelatihan untuk meningkatkan skill interpersonal
·
Penguatan kerjasama di antara
anggota tim
·
Pengelolaan konflik agar konflik
tetap ada di tataran intelektual, bukan pribadi.
·
Penguatan komitmen tim.
·
Pemuasan kepercayaan dan dukungan
yang dibutuhkan oleh anggota tim
·
Bertindakan fair dan
konsisten dalam perilaku-perilaku yang bersifat prinsipil.
·
Membantu tim yang telah terkena
pengaruh lingkungan ;
·
Bernegosiasi dengan manajemen senior
seputar pengakuan, dukungan, dan sumberdaya yang perlu bagi kelangsungan tim;
·
Perlindungan anggota tim dari
penetrasi lingkungan internal organisasi maupun eksternal organisasi;
·
Melakukan pengujian atas indikator
efektivitas yang berasal dari lingkungan eksternal, misalnya survey kepuasan
pelanggan; dan
·
Menyediakan informasi dari luar yang
dibutuhkan oleh anggota tim.
Dengan
melakukan beberapa hal di atas kita akan bisa menyelesaikan beberapa masalah
kepemimpinan dengan alternative di atas…
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui berbagai
definisi tentang kepemimpinan sangat
bervariasi.Cukup banyak definisi kepemimpinan yang ditawarkan para ahli
di bidang organisasi dan manajemen. Masing-masing memiliki perspektif dan
metodelogi pembuatan definisi yang cukup berbeda, bergantung pada pendekatan
(epistemologi) yang mereka bangun guna menyelidiki fenomena kepemimpinan.Salah
satu pendapat dari para ahli yang bisa mengartikan definisi dari kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri
perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar
belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin,
sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27)
B. Saran
Dengan mempelajari ini, kita dapat
lebih mengetahui apa saja mengenai tentang-tengtang teori
kepemimpinan,bagaimana konspe kepemimpinan,dan bagaimana penerapanya dalam
sebuah studi kasus.
Sebagai
para generasi bangsa,hendaknya kita lebih memahami apa arti sebuah
kepemimpinan,dan bagaimana konspe kepemimpinan tersebut.Oleh karena
itu,alangkah baiknya sedari kini mengetahui konsep dasar tentang kepemimpinan
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Stephen
P. Robbins, Essentials of
Organization Behavior, 7th Edition (New Jersey : Pearson
Education, Inc., 2003), p.130.
Laurie
J. Mullins,Management and
Organisational Behavior, 7thEdition, (Essex: Pearson
Education Limited, 2005), p.282.
Robert
N. Lussier and Christopher F. Achua, Leadership : Theory, Application, and Skill Development, 4th Edition
(Mason, Ohio : South-Western Cengage Learning, 2010) p.6.
Gary
Yukl, Leadership in Organizations,
Sixth Edition (Delhi : Dorling Kindersley, 2009) p.26.
Peter
G. Northouse, Leadership : Theory
and Practice, Fifth Edition (Thousand Oaks, California : SAGE
Publication, 2010) p.3. Sebelum muncul footnote baru, materi ini masih mengikut
pendapat Northouse.
Don
Hellriegel and John W. Slocum, Organizational
Behavior, 11th Edition (Mason, Ohio : Thomson Higher
Education, 2007) p. 219.
Peter
G. Northouse, Leadership ..., op.cit.,
p.71
W.
Glenn Rowe and Laura Guerrero, Cases
in Leadership, Second Edition (Thousand Oaks, California : SAGE
Publications, Inc., 2010) p.101-3.
W.
Glenn Rowe and Laura Guerrero, op.cit.,
p. 101.
Diambil
dari Don Hellriegel and John W. Slocum, Organizational ..., op.cit., p. 222.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteMakalah Teori Kepemimpinan - Tipstrik >>>>> Download Now
ReplyDelete>>>>> Download Full
Makalah Teori Kepemimpinan - Tipstrik >>>>> Download LINK
>>>>> Download Now
Makalah Teori Kepemimpinan - Tipstrik >>>>> Download Full
>>>>> Download LINK aL
Respect and I have a dandy offer you: What Renos Add Value home improvement near me
ReplyDelete